Geliat ekonomi Kota Palopo yang didorong sektor ritel dan periklanan kini ternoda oleh skandal perizinan yang semakin membengkak. Selain puluhan usaha kuliner ternama seperti KFC dan Pizza Hut, yang terjaring tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) serta Sertifikat Laik Fungsi (SLF), kini sorotan jatuh pada jaringan minimarket Alfamart dan Indomaret. Enam gerai Alfamart serta satu gerai Indomaret terbukti beroperasi tanpa PBG, mengabaikan standar keselamatan struktural dan tata ruang yang krusial. Lebih ironis, janji Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo untuk menutup gerai-gerai ilegal ini berujung gertak sambal belaka, retorika kosong tanpa eksekusi nyata, sementara pembiaran berlanjut merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan keselamatan warga.
Temuan Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Perizinan, yang dipimpin Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Pekerjaan Umum, kini meluas ke ranah ritel modern. Alfamart dan Indomaret, yang selama ini dikenal sebagai pilar ekonomi harian masyarakat, justru menjadi contoh buruk kepatuhan. Salah satu gerai Alfamart bahkan berdiri di lahan milik Kepala Dinas di lingkup Pemkot Palopo, mesti oknum mengaku telah mengingatkan penyewa untuk melengkapi PBG, namun tetap dibiarkan beroperasi. Alih-alih tindakan tegas, Pemkot terkesan tak berkutik, membiarkan pelanggaran ini meresap ke ekosistem usaha kecil yang justru terpinggirkan. Demonstrasi Aliansi Mahasiswa dan Umkm (AMUK) baru-baru ini yang mendesak penutupan gerai ilegal pun tak kunjung membuahkan hasil, menambah catatan panjang pembiaran birokrasi yang lemah.
Belum usai kekacauan di sektor ritel, pengawasan turut mengungkap pelanggaran serupa pada infrastruktur periklanan: billboard dan bando (spanduk promosi) yang menjamur tanpa PBG. Struktur-struktur ini, sering kali didirikan asal-asalan di pinggir jalan utama Palopo, tidak hanya melanggar regulasi tata ruang tetapi juga mengancam keselamatan pengendara dan pejalan kaki. Tanpa PBG, risiko runtuhnya konstruksi, terutama saat musim hujan atau angin kencang menjadi nyata, mirip kasus reklame liar di daerah lain yang berujung tragedi. DPRD Palopo sendiri sedang mempercepat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang PBG dan Penertiban, dengan anggota Komisi C seperti Bata Manurun mengajak masyarakat melaporkan pelanggaran melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP). Namun, tanpa sanksi konkret, upaya ini hanya akan jadi formalitas.
Kasus-kasus ini bukan istimewa Palopo semata, melainkan cerminan nasional: sistem perizinan yang berbelit, pengawasan longgar, dan budaya "gertak sambal" yang mendominasi. Ritel raksasa dan reklame liar tak hanya mencuri PAD melalui retribusi hilang, tapi juga mengorbankan nyawa warga. PBG dan SLF bukan beban administratif; keduanya adalah benteng terakhir keselamatan struktural, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Pemkot Palopo harus segera berubah: eksekusi penutupan, tuntutan pidana bagi pelanggar berulang, dan reformasi birokrasi yang transparan.
Kepada pelaku usaha, ingat: ekspansi tanpa legalitas adalah bom waktu. Kepada Pemkot, cukup gertak sambal waktunya aksi. Palopo layak kota yang aman, bukan ladang pelanggaran. (MUBARAK DJABAL TIRA)
Daftar Usaha di Palopo yang Belum Lengkap Secara Perizinan:
1.Golden Resto
2.Piweekend
3.Warung Bukan Resto
4.Kapualaga
5.Solata Restoran
6.Kopi Galung
7.Green Kambo
8.KFC
9.Pizza Hut
10.Laziz
11.Social Bar
12.Kafe Faris
13.Lesehan Asri
14.Lesehan Lela
15.Segelas Kopi
16.Maika Resto
17.Zona Temu Café
18.Finare Café
19.Enzyme Signature
20.Icon Cafe
21.Nuiz Cafe
22.Eltris Cafe
23.Grande Coffee & Eatery
24.Warung Kopi Sweetness 45
25.Manakala
26.Nine Room
27.Tuuk Eatery
28.Monte Cafe
29.D’Twins
30.Restoran Kampung Ponjalae
31.Hill & Tiff
32.Setaap Cafe
33.Kedai Alang Puyuh
34.Gubuk Indonesia
35.Kambo Highland
*) Sumber: DPMPTSP Kota Palopo

Posting Komentar untuk "OPINI! Pembiaran Perizinan di Palopo, Nyawa dan PAD Jadi Taruhan"