ads

PERUMDAM WAEMAMI LUWU TIMUR

PERUMDAM WAEMAMI LUWU TIMUR

UCAPAN HUT RI KE-80 PEMKAB MOROWALI

UCAPAN HUT RI KE-80 PEMKAB MOROWALI

Headline

Metro

Hukum

Daerah

Politik

 

KONFLIK anggaran antara Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo dan DPRD dalam pengesahan APBD Perubahan 2025 bukan sekadar pertarungan angka, melainkan cerminan ketidakselarasan komunikasi, penggunaan kewenangan kaku, dan ancaman terhadap stabilitas politik di tengah defisit keuangan daerah. Di bawah kepemimpinan Wali Kota Hj. Naili Trisal, janji peningkatan pelayanan publik, infrastruktur, air bersih, dan birokrasi berintegritas terhambat oleh ketegangan ini. Warisan utang belanja yang masih kurang lebih Rp200 miliar dan proyek mangkrak seperti Stadion Lagaligo serta Gedung Kesenian menuntut audit khusus, inventarisasi aset daerah, dan mitigasi risiko untuk memastikan akuntabilitas dan kelanjutan pembangunan. Benarkah semua ini demi kemajuan Palopo, atau hanya dalih untuk mempertahankan kuasa?

Berdasarkan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemkot memiliki kewenangan merumuskan dan melaksanakan kebijakan anggaran sesuai prioritas daerah, sementara DPRD bertugas mengawasi dan menyetujui APBD melalui fungsi legislasi dan pengawasan. Konflik muncul ketika DPRD menilai Pemkot menggeser anggaran, termasuk pokok pikiran (Pokir) DPRD, secara sepihak tanpa konsultasi memadai. Pemkot berdalih bahwa kewenangan eksekutifnya digunakan untuk menangani defisit dan kebutuhan mendesak, seperti infrastruktur banjir dan air bersih, dengan alokasi anggaran pada Dinas PUPR yang hanya Rp4 miliar. Keterlambatan pengiriman dokumen APBD Perubahan ke Gubernur Sulawesi Selatan, ditambah dugaan penahanan dokumen oleh pimpinan DPRD, memperjelas ketidakpatuhan terhadap kewenangan masing-masing, yang memperkeruh situasi.

Pemkot telah mengambil langkah efisiensi melalui Surat Edaran Nomor 000.1.2/19/Umum Tahun 2025, mengetatkan perjalanan dinas ASN dan membekukan belanja non-esensial. APBD Perubahan 2025 menetapkan total belanja daerah Rp1,027 triliun, turun Rp13,83 miliar dari target awal Rp1,040 triliun, sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Langkah konkret seperti pemangkasan Rp200 juta untuk Samsung Half Marathon menunjukkan upaya menjaga kesehatan fiskal hingga 2026. Dari utang belanja Rp30 miliar yang dianggarkan pada tahun ini, Rp28 miliar telah terbayarkan sesuai rekomendasi BPK, dan dimanfaatkan untuk program strategis dan mendesak. Namun, warisan utang masih sekitar Rp2O0-an miliar dan proyek mangkrak menuntut langkah lebih serius. Audit khusus atau dengan maksud tujuan tertentu terhadap proyek multiyear, seperti Menara Payung, Sirkuit Ratona, Islamic Center. Khususnya, Stadion Lagaligo dan Gedung Kesenian, mendesak dilakukan untuk mengungkap penyebab keterlambatan, potensi penyimpangan, dan efisiensi pengelolaan. Inventarisasi aset daerah juga krusial untuk memetakan kepemilikan, status, dan potensi pemanfaatan aset guna mendukung pendapatan daerah. Mitigasi risiko, seperti penyusunan rencana cadangan untuk mengantisipasi gagal bayar atau penundaan proyek, harus menjadi prioritas untuk mencegah kerugian lebih lanjut.

Konflik ini berdampak serius. Defisit keuangan daerah memperbesar risiko ketidakstabilan politik, yang dapat menghambat pelaksanaan program prioritas. Masyarakat Palopo, yang masih bergulat dengan banjir, krisis air bersih, dan infrastruktur minim, tidak membutuhkan adu kuasa, melainkan solusi nyata. Sorotan KPK melalui surat tertanggal 29 Agustus 2025 memperingatkan potensi penyalahgunaan anggaran, termasuk Pokir yang rentan menjadi alat kepentingan politik. Ketidakpatuhan terhadap kewenangan masing-masing, Pemkot yang dianggap mengabaikan konsultasi dan DPRD yang diduga menghambat proses, memperparah ketegangan, merusak kepercayaan publik, dan memperlambat pemulihan fiskal.

Menjaga stabilitas politik di tengah defisit keuangan adalah keharusan. Deadlock anggaran akibat ngotot pada kewenangan dapat menunda proyek vital dan meningkatkan kerugian. Dialog terbuka dan transparansi menjadi kunci. Pemkot harus menggunakan kewenangan eksekutifnya untuk menjelaskan tuduhan penggeseran anggaran dengan data yang jelas, melibatkan Badan Anggaran DPRD untuk mencari titik temu. DPRD, dengan kewenangan pengawasannya, perlu mengedepankan pengawasan konstruktif, bukan memaksakan Pokok pikiran tanpa mempertimbangkan skala prioritas.

Audit khusus oleh BPK sesuai Peraturan BPK No. 1/2017, mengevaluasi utang, proyek multiyear, dan mangkrak untuk ungkap penyebab keterlambatan, potensi penyimpangan, dan kelemahan pengelola, inventarisasi aset daerah dan mitigasi risiko, seperti penguatan cadangan anggaran dan pengawasan ketat, harus diterapkan untuk melindungi keuangan daerah. Pembangunan proyek strategis harus dilanjutkan dengan pengelolaan yang transparan dan terukur.

Masyarakat Palopo menanti bukti bahwa “Palopo Baru” bukan sekadar janji. Pemkot dan DPRD harus menghormati kewenangan masing-masing, menjalankan tugas dengan integritas, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas ego institusi. Kolaborasi, bukan konfrontasi, adalah jalan menuju pembangunan berkelanjutan. Jika komunikasi tersumbat, stabilitas politik tergerus, dan langkah audit serta mitigasi terabaikan, yang rugi adalah masyarakat yang terus menanti jalan dan jembatan layak, air bersih, dan pelayanan yang lebih baik. (MUBARAK DJABAL TIRA)

About koranakselerasi

OnlineAkselerasi.com juga beredar dalam versi cetak (Koran Akselerasi) yang beredar di wilayah Luwu Raya dan Toraja. Semoga, kehadiran media ini, dapat menambah khasana bacaan masyarakat yang lebih edukatif dan mendidik.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Post a Comment


Top