![]() |
Mubarak Djabal Tira. |
PASCA dilantik oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, 4 Agustus lalu, duet kepemimpinan Naili-Akhmad langsung bergerak cepat memimpin Kota Palopo.
Rapat bersama jajaran birokrasi untuk membahas 25 program prioritas menunjukkan komitmen awal mereka untuk mewujudkan visi kampanye. Namun, di balik langkah progresif ini, tantangan besar membayangi.
Keuangan daerah yang terbebani utang, reorganisasi birokrasi, dan dinamika politik menjadi ujian nyata bagi kepemimpinan mereka. Untuk menavigasi kompleksitas ini, Naili-Akhmad perlu memperhatikan tiga pilar utama sebelum mengambil kebijakan: kapasitas analitis, operasional, dan politik.
MEMBACA MASALAH DENGAN JERNIH Naili-Akhmad menghadapi situasi keuangan daerah yang krisis, dengan utang besar sebagai warisan yang memberatkan. Untuk itu, kapasitas analitis menjadi kunci dalam mendiagnosis masalah secara mendalam.
Mereka perlu mengidentifikasi akar permasalahan keuangan, mengevaluasi efektivitas anggaran, dan menentukan skala prioritas program yang realistis. Dengan hanya 100 hari sebagai tolok ukur awal, keputusan berbasis data dan analisis yang tajam akan membantu mereka merumuskan solusi yang tidak hanya menjawab harapan publik, tetapi juga berkelanjutan. Tanpa analisis yang kuat, janji 25 program prioritas berisiko menjadi sekadar wacana.
EFISIENSI DAN EKSEKUSI YANG TEPAT
Reorganisasi birokrasi melalui Perda yang memangkas jumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari 39 menjadi 25 menunjukkan upaya menuju pemerintahan yang lebih ramping dan efisien.
Namun, langkah ini juga memunculkan tantangan baru, dengan sekitar 200 aparatur sipil negara (ASN) berpotensi kehilangan jabatan. Isu mutasi, baik di lingkungan Pemerintah Kota Palopo maupun PAM-TM Palopo, menambah kerumitan.
Naili-Akhmad harus memastikan kapasitas operasional yang mumpuni, mulai dari penyusunan "kabinet" yang kompeten hingga pelaksanaan mutasi yang transparan dan berkeadilan. Eksekusi yang buruk atau tergesa-gesa dapat memicu resistensi internal dan mengganggu stabilitas birokrasi, yang pada akhirnya menghambat pelayanan publik.
MEMBANGUN DUKUNGAN YANG SOLID
Meski memenangkan Pilwalkot dengan 50,53 persen suara, dukungan politik Naili-Akhmad di DPRD Kota Palopo relatif terbatas. Hanya dua partai, Gerindra dan Demokrat, dengan masing-masing tiga kursi, mendukung mereka dari total 25 kursi di DPRD.
Dalam konteks ini, kapasitas politik menjadi krusial untuk menjaga stabilitas dan mendorong kebijakan. Naili-Akhmad perlu membangun komunikasi yang efektif dengan DPRD, termasuk menjalin kerja sama dengan fraksi-fraksi lain untuk memperluas basis dukungan. Tanpa koalisi yang kuat, program prioritas mereka berisiko terhambat oleh dinamika politik lokal.
Momentum 100 Hari: Fondasi untuk Perubahan
Seratus hari pertama Naili-Akhmad bukan hanya ajang pembuktian, tetapi juga waktu untuk meletakkan fondasi kepemimpinan yang kokoh. Dengan mengedepankan kapasitas analitis, operasional, dan politik, mereka dapat menavigasi tantangan keuangan, birokrasi, dan dinamika politik yang kompleks. Publik Palopo menantikan langkah nyata, bukan sekadar janji. Kerja keras, strategi yang matang, dan komunikasi yang transparan akan menjadi kunci untuk membawa Palopo menuju perubahan yang diharapkan. Waktu terus berjalan, dan 100 hari adalah periode singkat untuk menjawab ekspektasi besar. Keberhasilan Naili-Akhmad dalam menyeimbangkan ketiga kapasitas ini akan menentukan arah kepemimpinan mereka ke depan. (****)
PENULIS: MUBARAK DJABAL TIRA
*) Jurnalis di Kota Palopo
Tidak ada komentar: