![]() |
Perayaan HUT RI ke-80 di Kota Palopo. |
DI tengah gema peringatan kemerdekaan, Wali Kota Palopo, Naili Trisal, menegaskan komitmennya dengan langkah tegas. Setelah mewajibkan ASN dan pelajar muslim melaksanakan salat duha dan mengaji, kini ia menetapkan kebijakan baru: setiap surat perintah perjalanan dinas (SPPD) bagi pejabat Pemkot Palopo, termasuk BUMD, wajib mendapat persetujuan tertulis. Berlaku sejak 14 Agustus 2025, kebijakan ini menjadi bukti komitmennya mendisiplinkan birokrasi. Naili, perempuan kelahiran 1981 yang mencatat sejarah sebagai Wali Kota pertama di Sulawesi Selatan, bukan sekadar simbol emansipasi. Sebagai ibu empat anak dan istri Trisal Tahir, ia memikul tanggung jawab ganda: menyeimbangkan urusan rumah tangga dengan tanggung jawab pemerintahan.
Pada kesempatan yang sama, Naili Trisal menyampaikan, "Momentum ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari tanggung jawab kita bersama untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan yang adil, merata, dan berkelanjutan."
Tantangan yang dihadapi Naili tidak ringan. Data Agustus 2024 mengungkap 724 anak putus sekolah di jenjang SD dan SMP, sebuah angka yang mencerminkan kegagalan sistem pendidikan, butuh perhatian dan perbaikan segera. Tingginya angka pengangguran, kemacetan pembangunan, defisit keuangan daerah, penumpukan sampah, banjir berulang dan kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal serta perusakan mangrove di wilayah pesisir memperumit keadaan. Inflasi yang melonjak, dengan harga beras medium menyentuh Rp15.500 per kilogram, kian membebani masyarakat. Keluhan pelanggan PDAM-TM, yang terpaksa membayar tagihan meski air tak mengalir, sementara penghasilan UMR peruntukan seorang, nyatanya untuk penghidupan sekelurga menjadi bukti ketidaksetaraan penghasilan dan buruknya layanan publik. Sebagai ibu, Naili memahami dampak mahalnya kebutuhan pokok bagi keluarga. Sebagai pemimpin, ia dituntut menerjemahkan empati itu menjadi kebijakan populis namun realistis.
Keberhasilan Naili bergantung pada ketegasannya mengelola pemerintahan. Ia harus membebaskan diri dari bayang-bayang pendukung yang membawa agenda pribadi. Protokol yang tegas diperlukan untuk memisahkan urusan pribadi dari tugas kenegaraan. Janji memperbaiki layanan publik dan membangun birokrasi yang berintegritas menjadi fondasi. gaya Birokrasi yang pragmatis, transaksional, dan penuh sanjungan harus diasingkan melalui penyaringan dan tanpa kompromi. Pemimpin yang baik itu memahami apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya, dan Naili harus tegas: birokrat yang tak mampu menerjemahkan kebijakan sebaiknya "diparkir"
Komunikasi publik yang tulus menjadi kunci lainnya. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Naili harus berbicara tanpa teks, membumi bersama rakyat. Palopo tidak membutuhkan janji kosong, melainkan aksi nyata: memperbaiki pendidikan, menekan pengangguran, mengatasi krisis air, melindungi lingkungan, dan meredam inflasi. Memimpin pemerintahan bukanlah seperti mengelola perusahaan; ia menuntut ketegasan, empati, dan kepekaan terhadap dinamika sosial.
Di momentum kemerdekaan ini, Naili Trisal harus merdeka atas dirinya sendiri—lepas dari tekanan politik, ekspektasi yang tak realistis, dan godaan kekuasaan, termasuk dari lingkaran keluarga yang harus bisa menahan diri mencampuri urusan pemerintahan. Palopo menanti bukti, bukan sekadar harapan. Naili, sebagai perempuan, ibu, dan pemimpin, kini memegang tanggung jawab besar untuk membawa perubahan yang telah lama dinanti. Langkahnya menentukan masa depan kota ini, dan masyarakat menunggu karyanya. (MUBARAK DJABAL TIRA)
Tidak ada komentar: