Nurdin SH, |
Penulis meyakini mereka mengetahui makna yang sebenarnya, utamanya para penegak hukum & praktis hukum terlebih lagi yang sudah mengklaim diri sebagai pakar hukum akan tetapi ada dugaan oleh karena takut tidak populer di tengah masyarakat, sehingga terkadang memberikan pembelajaran atau pemahaman hukum yang kurang baik terhadap masyarakat, utamanya masyarakat yang melek hukum.
Makna dari terminologi "kriminalisasi" yang berkembang saat ini, menurut penulis adalah keliru dan memang itu adalah kekeliruan, sebab ketika menarik kesimpulan apa yang berkambang saat ini, sepertinya "kriminalisasi" dimaknai seolah-olah penegak hukum utamanya Polri dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka atas pemaksaan interpretasi Undang Undang atau perbuatan, seseorang ditafsirkan secara sepihak atau tafsir subyektif oleh Polri.
Ambil contoh: si A dikriminalisasi, atau Polri mengkriminalisasi si A, kasusnya dipolitisasi, direkayasa dan lain sebagainya. Orang, Ormas dan/atau kelompok masyarakat serta Identitas lainnya adalah sesuatu yang tidak dapat dikategorikan dikriminalisasi.
Prof Teguh Prasetyo dalam salah-satu bukunya memberikan pemahaman secara detail terkait makna "kriminalisasi" yang mana beliau mengatakan bahwa "kriminalisasi" adalah proses penetapan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana atau tidak diatur dalam hukum pidana oleh karena perkembangan masyarakat kemudian menjadi tindak pidana atau dimuat dalam hukum pidana, artinya tahap akhir proses "kriminalisasi" adalah pembentukan hukum pidana.
Kemudian, di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna "kriminalisasi" itu adalah "proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat".
Nah, jika menarik kesimpulan apa yang Prof Teguh utarakan di atas dan memahami apa yang tertulis pada KBBI, maka bukan orang atau lembaga dan/atau identitas lainnya yang dapat dikriminalisasi akan tetapi yang dapat dikriminalisasi adalah perbuatan.
Penulis beri contoh konkrit; dahulu gratifikasi (memberi hadiah atau fasilitas) itu bukanlah merupakan kejahatan, namun seiring dengan dinamika perkembangan zaman, maka gratifikasi dianggap suatu kejahatan atau tindak pidana dan dimasukkan ke dalam Undang-undang tindak pidana korupsi dan perbuatan inilah yang banyak menjerat para pejabat di Indonesia.
Intinya, bahwa "kriminalisasi" prespektif ilmu hukum pidana, maka perbuatanlah yang dapat dikriminalisasi bukan orang atau lembaga dan/atau identitas lainnya, sebagaimana pemahaman sebagian kalangan saat ini. Wassalam. (****)
*) Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo
Tidak ada komentar: