![]() |
Jumpa Pers Umar Laila SH, selaku Kuasa Hukum Rustam Taruk SE. |
Dimana, kata Umar Laila, sesuai hasil keputusan Pengadilan Negeri (PN) Palopo, keputusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, keputusan Mahkama Agung RI, penetapan eksekusi, berita acara pembagian tanah, dan salinan putusan, memutuskan lokasinya dibagi dua. Sebelah Barat diberikan kepada So'Lingkua dan sebelah Timur diberikan oleh Baladatu.
"Dengan keluarnya keputusan tersebut, pada tahun 1998 dibangun ruko pada lokasi yang telah dibagi. Selanjutnya, pemerintah kala itu mempersewakan ruko dengan mengacu Hak Guna Bangunan (HGB). Sejak 24 September 2018, HGB penyewa ruko telah berakhir. Sesuai UU No: 5 tahun 1960 pasal 35 sampai pasal 40, dan PP No: 40/1996 tentang HGU, HGB, dan hak pakai, dimana jika itu tanah negara maka statusnya kembali ke negara, namun jika tanah itu milik pribadi maka kembali ke pemilik tanah," papar Umar Laila.
Apabila, pemerintah ingin memperpanjang HGB pada lokasi ruko, maka pemerintah harus memberi ganti rugi ke pemilik tanah. Jika tidak, ahli waris pemilik tanah berhak untuk melakukan tindakan hukum kepada penghuni ruko yang diduga telah menguasai lahan orang lain tanpa hak.
Selaku kuasa hukum, Umar Laila menegaskan, pihaknya telah melaporkan sejumlah penghuni ruko yang tidak ingin bekerjasama dengan pihak ahli waris pemilik tanah.
"Laporan terkait penghuni ruko yang belum bersedia bekerjasama dengan ahli waris, telah kami sampaikan ke Polres Palopo, pengaduan tersebut sementara berproses," tukas Umar Laila yang merupakan pengacara senior di Palopo.
Adapun terkait penggembokan ruko yang dialamatkan kepada kliennya, Umar Laila menegaskan, Rustam Taruk punya dasar hukum kuat sebagai pemilik lahan dan itu diakui oleh negara. "Tindakan melawan keputusan pengadilan, berarti sama saja melawan negara," kunci Umar Laila menjelaskan. (MZK)
Tidak ada komentar: