ads

HUT Adhyaksa Ke-80

HUT Adhyaksa Ke-80

PERUMDAM WAEMAMI LUWU TIMUR

PERUMDAM WAEMAMI LUWU TIMUR

UCAPAN HUT RI KE-80 PEMKAB MOROWALI

UCAPAN HUT RI KE-80 PEMKAB MOROWALI

Headline

Metro

Hukum

Daerah

Politik

 

Kawasan Stadion Lagaligo Palopo.
STADION Lagaligo, kebanggaan masyarakat Kota Palopo dan sekitarnya, kini terpuruk dalam kelamnya proyek mangkrak. Sejak awal 2024, revitalisasi stadion yang menjadi simbol semangat olahraga dan budaya di Sulawesi Selatan ini terhenti, meninggalkan luka di hati warga. Stadion yang seharusnya menjadi pusat gairah sepakbola dan kegiatan masyarakat kini hanya jadi lintasan pejalan kaki, arena lari, dan tempat penyewaan mobil-mobilan anak di sore hari. Ironis, stadion yang dinamai dari karya sastra Bugis kuno I La Galigo ini kini lebih mirip monumen kegagalan ketimbang lambang kejayaan.

Proyek revitalisasi Stadion Lagaligo dan penataan landscape-nya, yang dimulai Agustus 2023, terhenti karena kehabisan dana. Anggaran sebesar Rp19,5 miliar untuk revitalisasi dan Rp15 miliar untuk penataan landscape seolah menguap tanpa jejak. Parahnya, proyek ini bahkan tidak masuk dalam anggaran 2024. Keuangan daerah yang carut-marut menjadi biang keladi. Utang Pemerintah Kota Palopo membengkak hingga Rp 246 miliar, dengan rincian Rp 83 miliar untuk utang barang dan jasa, serta Rp 163 miliar untuk utang fisik. 

Angka-angka ini bukan sekadar deretan nol, melainkan cerminan pengelolaan yang sembrono di era kepemimpinan Judas Amir. Di penghujung masa jabatannya, pembangunan dilakukan secara ugal-ugalan, mengabaikan kapasitas keuangan daerah. Hasilnya? Proyek mangkrak, warga kecewa, dan stadion kehilangan ruhnya.

Stadion Lagaligo bukan sekadar bangunan. Ia adalah markas Gaspa Palopo, klub sepakbola yang membawa nama harum daerah. Ia adalah ruang bagi anak muda Tana Luwu untuk menyalurkan semangat dan bakat. Namun, kini, lapangan yang seharusnya bergemuruh oleh sorak penonton hanya diisi suara derum mesin mobil mainan. Publik bertanya: apa yang salah? Mengapa proyek ini dibiarkan terbengkalai? Dan yang lebih penting, apa yang akan dilakukan Naili Trisal, pemimpin baru Palopo, untuk mengembalikan martabat stadion ini?

Tantangan di depan Naili Trisal tidak ringan. Proyek ini masih terikat kontrak dengan rekanan, meski waktu pelaksanaannya telah habis. Pilihan sulit menanti: apakah kontrak diputus, menambah beban hukum dan keuangan, atau dilanjutkan dengan sumber dana yang entah dari mana? Publik menanti kepastian. Stadion Lagaligo tidak boleh bernasib seperti Hambalang, proyek mangkrak yang menjadi simbol pemborosan dan kegagalan nasional. Naili Trisal harus membuktikan bahwa kepemimpinannya mampu membawa perubahan, bukan sekadar janji manis.

Langkah konkret harus segera diambil. Transparansi anggaran, audit menyeluruh terhadap proyek, dan komunikasi terbuka dengan masyarakat adalah keharusan. Jika dana daerah tidak mencukupi, Naili harus berani mencari solusi kreatif, seperti kemitraan dengan pihak swasta atau dukungan pemerintah pusat. Yang jelas, Stadion Lagaligo harus hidup kembali sebagai jantung olahraga dan kebanggaan Palopo, bukan sekadar kenangan yang ditinggalkan debu.Masyarakat Palopo menunggu. Naili Trisal, bola ada di kaki Anda. Apakah berkeinginan mencetak gol kemenangan yang mengembalikan kejayaan Lagaligo, atau membiarkannya menjadi tendangan gagal yang menambah deretan puing mangkrak, mengganggu mata? (MUBARAK DJABAL TIRA)

About koranakselerasi

OnlineAkselerasi.com juga beredar dalam versi cetak (Koran Akselerasi) yang beredar di wilayah Luwu Raya dan Toraja. Semoga, kehadiran media ini, dapat menambah khasana bacaan masyarakat yang lebih edukatif dan mendidik.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Post a Comment


Top