ads

Ucapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H/2024 M

Ucapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H/2024 M
Pemda Morowali

Ucapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H/2024 M

Ucapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H/2024 M
BPS Kabupaten Morowali

Ucapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H/2024 M

Ucapan Hari Raya Idul Fitri 1445 H/2024 M
Kodim 1311/Morowali

DPRD Kota Palopo

Pemkab Luwu

Headline

Metro

Hukum

Daerah

Politik

OPINI NURDIN SH: Mulutmu Harimaumu, Perspektif Psikologi Hukum

Nurdin
Nurdin SH.
MASIH hangat pembicaraan mengenai peristiwa pembunuhan yang menimpa satu keluarga yang terjadi di Kota Bekasi. Peristiwa itu mewarnai pemberitaan baik media cetak maupun media elektronik di tanah air.

Korbannya adalah Diperum Nainggolan (suami), Maya Boru Ambarita (istri), Sarah Boru Nainggolan (anak pertama), dan Arya Nainggolan (anak kedua).

Sementara yang diduga kuat sebagai pelaku adalah Haris Simamora yang tidak lain adalah merupakan adik kandung dari korban Maya Boru Ambarita.

Berdasarkan pemberitaan, motif pelaku yang tega melakukan pembunuhan itu, disebabkan karena dendam! Korban sering menghina pelaku dengan mengatakan "Tidak berguna". Selain itu, korban pernah membangunkan pelaku dari tidurnya dengan menggunakan kaki.

Pembunuhan yang tergolong sadis itu, erat kaitannya dengan ilmu psikologi hukum, yang menurut Drever JA, bahwa psikologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia.

Prof Achmad Ali dalam salah satu tulisannya, beliau mengatakan, bahwa salah satu manfaat psikologi hukum adalah mampu melakukan prediksi, dan analisis terhadap pelaku suatu kejahatan tertentu. Misalnya, kasus hukum yang terkenal "serial killer" (pembunuhan berantai) dalam kasus Edgar vs California.

Edgar merasa tidak pernah dihargai oleh istrinya. Perasaan tidak dihargai terus menerus, membuat trauma akhirnya ia berselingkuh dengan wanita lain dan setiap pasangan selingkuhnya dibunuh. Sebab ia senantiasa terbayang dengan wajah istrinya yang tidak menghargainya itu.

Setelah 12 wanita yang ia bunuh dalam kurun waktu 2 tahun, barulah kemudian Edgar tertangkap berkat bantuan psikologi kepolisian.

Psikologi hukum juga mampu melakukan analisis terhadap faktor-faktor kejiwaan terhadap individu ataupun kelompok yang bersifat agresif, brutal, dan merusak.

Jika si yang bersangkutan dapat lebih cepat berobat (konsultasi dengan psikiater) dan menyembuhkannya, maka berarti psikologi mampu mencegah terjadinya tindak pidana.

Namun, makna yang paling penting dari kejadian di atas, adalah agar kita senantiasa menjaga lidah, tidak memandang rendah dan tidak mudah menghina orang lain. Misalnya,  memanggil orang yang bukan namanya, "Oeee...kurus," hanya karena kebetulan dia kurus.

Sebab boleh jadi yang bersangkutan tidak menerima panggilan itu dan menjadi malapetaka buat Anda dan juga keluarga. Itulah yang terjadi di Kota Bekasi dan "serial killer" dalam kasus Edgar vs California.

Penulis ingin mengingatkan kembali sebagai bahan renungan, pepatah yang mengatakan, bahwa ”Mulutmu Harimaumu” artinya segala perkataan yang terlanjur kita keluarkan apabila tidak dipikirkan dahulu akan dapat merugikan diri sendiri.

Sebab, jarang orang tertimpa bencana karena tergelincir kakinya, tetapi banyak orang tertimpa bencana karena tergelincir lidahnya. Demikian penggalan syair penyair Arab Al-Hashimi. Wassalam. (****)

*) Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo

Nurdin SH. MASIH hangat pembicaraan mengenai peristiwa pembunuhan yang menimpa satu keluarga yang terjadi di Kota Bekasi. Peristiwa itu...

Ciptakan Pemilu Damai, Kapolres Palopo Antisipasi Penyebaran Hoax di Pilpres/Pileg 2019

Kapolres Palopo
Kapolres Palopo, AKBP Ardiansyah SIk MH.
AKSELERASI- Segala bentuk ancaman kerawanan jelang pelaksanaan Pemilu Legislatif/Presiden (Pilpres/Pileg) 2019, khususnya dalam penggunaan media sosial (medsos) kini mulai diidentifikasi dan diantisipasi sejak dini jajaran Polres Palopo.

"Melihat adanya potensi kerawanan dalam ber-medsos itu, di sini kita sudah membentuk unit Crime Cyber yang bekerjasama Tim Cyber Polda Sulsel untuk menangkal segala macam hoax, negative campaign, black campaign, dll yang sangat rawan terjadi pada saat tahapan pilpres/pileg berlangsung," tegas Kapolres Palopo, AKBP Adriansyah, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (21/11/2018).

Terkait pengamanan terbuka di masa tahapan kampanye pileg/pilpres, lanjut AKBP Ardiansyah, pihaknya telah berkoordinasi Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palopo. Pola pengamanan pileg/pilpres nantinya, mengacu jadwal yang dikeluarkan penyelenggara pemilu.

"Sejak polres dijabat pak AKBP Taswin SIk MH, berkat pola pendekatan yang dilakukan beliau, Palopo yang dulunya masuk zona merah di pilkada lima tahun lalu, kini sudah dianggap masuk zona hijau dengan suksesnya Pilkada 2018 lalu. Sama seperti pada saat saya bertugas di Sinjai, pilkada di sana juga berjalan lancar dan aman. Saya kira, pola pengamanan melaksanakan pilkada di kedua daerah tadi, tetap kita akan kita lanjutkan, sehingga pilpres/pileg tahun depan di Palopo berlangsung tertib, aman, dan damai," tutur mantan Kapolres Sinjai itu.

Khusus memasuki masa kampanye pileg, seluruh caleg yang ikut kontestasi politik diwajibkan berkoordinasi dengan polres. Upaya itu, sekaligus untuk mengantisipasi potensi kerawanan di pileg.

Pengamanan pileg/pilpres di Palopo, sambung AKBP Ardiansyah, tetap melibatkan 2/3 personil dari total estimasi 450-an personil di sembilan sektor se Palopo.

Selain itu, relawan mitra polres seperti relawan anti narkoba, relawan anti radikalisme, relawan anti terorisme, dan relawan anti hoax, turut dilibatkan dalam mewujudkan pemilu dama di 2019. Disebutkan, masyarakat yang butuh pelayanan perlindungan hukum yang cepat, tetap dapat mengakses aplikasi kring mobile yang telah diluncurkan. "Layanan kring mobile itu, terintegrasi dengan seluruh polsek di bawah jajaran Polres Palopo," pungkas AKBP Ardiansyah. (ARI/ABK) 

Kapolres Palopo, AKBP Ardiansyah SIk MH. AKSELERASI- Segala bentuk ancaman kerawanan jelang pelaksanaan Pemilu Legislatif/Presiden (Pil...

OPINI NURDIN SH: Budaya Berhukum

Nurdin
Nurdin SH.
SALAH satu yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut konsep tiga unsur sistem hukum yang diperkenalkan oleh Lawrence Meir Friedman, adalah; Kultur hukum atau budaya berhukum suatu bangsa.

Di sisi lain, juga ada struktur dan substansi hukum. Namun topik bahasan penulis kali ini, adalah budaya berhukum sebagian anak bangsa Indonesia saat ini.

Sekaitan dengan budaya berhukum, James Fenimore Cooper dengan kalimat bijaknya mengatakan, bahwa "Merupakan kepungan sifat buruk demokrasi untuk menggantikan hukum dengan opini publik. Ini adalah wujud yang umum di mana sejumlah orang mempertunjukkan tirani mereka".

Kalimat Cooper di atas sangat populer di kalangan akademisi di bidang atau disiplin ilmu hukum, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara Eropa dan negara barat lainnya.

Di Indonesia khususnya, sebagian orang ketika ditetapkan sebagai tersangka malah menghindari proses hukum bahkan tidak jarang dari mereka, ada yang kabur ke luar negeri demi menyelamatkan dirinya dari jeratan hukum. Hal itu merupakan realitas budaya berhukum yang dialami saat ini.

Memang psikologi penjahat akan senantiasa takut ketika berhadapan dengan aparat penegak hukum. Apapun akan dilakukan bahkan lari ke luar negeri sekalipun. Oleh karena, si penjahat itu sudah membayangkan kengerian berada dalam lembaga pemasyarakatan.

Tidak sampai di situ, setelah berada di negara lain, dia mulai berkomentar macam-macam di media dengan alasan yang mengada-ada, bahwa kasusnya direkayasa, dikriminalisasi atau dipolitisasi.

Mereka mencari dukungan, menggiring opini publik, memutarbalikkan fakta sehingga apa yang menjadi argumentasinya dibenarkan dan diamini oleh para kolega atau para pendukungnya.

Dan anehnya lagi, setelah mendapat masalah hukum di negara orang lain, dia pun tidak segan-segan menuduh institusi negara yang menjadi penyebab sehingga yang bersangkutan jadi bulan-bulanan di negara itu, yang penulis yakini bahwa tuduhan yang dilontarkannya tanpa didukung dengan alat bukti yang kuat melainkan hanya "Asbun" (asal bunyi) atau tong kosong nyaring bunyinya".

Menurut pandangan penulis, ketika Anda merasa tidak bersalah, Kasus Anda dikriminalisasi atau dipolitisasi, maka hadapi dengan jantan proses hukum itu, biarkan hakim pengadilan yang menentukan, bahwa apakah Anda bersalah atau tidak.

Sebab di dalam persidangan, hakim pengadilan akan membuka sidang dengan kalimat "Sidang dibuka dan terbuka untuk umum"  (vide pasal 153 ayat 3 KUHAP). Nah, di situlah Anda bisa mengajukan pembuktian, bahwa benar kasus Anda dipolitisasi, direkayasa atau apalah namanya.

Bukan malah lari menghindar dari proses hukum. Negara kita adalah negara hukum yang senantiasa menjunjung tinggi asas hukum presumption of innocence (Praduga tidak bersalah)?

Untuk itu, Anda akan lebih terhormat ketika menghadapi proses hukum, bukan menghindarinya lalu kemudian di media seenaknya berceloteh sambil menyerang institusi negara, yang menurut keyakinan penulis hanya ingin menggantikan hukum dengan opini publik seperti kalimat bijak James Fenimore Cooper di atas.

Akhirnya penulis ingin mengatakan, bahwa ada baiknya jika penulis, Anda  dan juga segenap anak bangsa, menjadi sosok pribadi yang dapat memberi solusi bagi diri sendiri, yang selanjutnya dapat memberi solusi dalam pergaulan masyarakat bukan pribadi yang senantiasa menjadi penyebab masalah di tengah-tengah masyarakat yang akhirnya akan berhadapan dengan hukum. Wassalam. (****) 

*) Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo

Nurdin SH. SALAH satu yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut konsep tiga unsur sistem hukum yang diperkenalkan oleh Lawrence Meir F...

Kapolres Palopo Proaktif Bantu Warga Kurang Mampu

Kapolres
Kapolres Palopo, AKBP Ardiansyah, saat mengunjungi gubuk Nenek Massai di Kelurahan Benteng.
AKSELERASI- Meski belum genap sebulan bertugas, Kapolres Palopo, AKBP Ardiansyah SIk MH, sudah mulai proaktif membangun komunikasi dengan masyarakat untuk mewujudkan Kamtibmas yang kondusif di wilayah kerjanya.

Selain itu, mantan Kapolres Sinjai ini cukup peduli dengan warga miskin di Palopo. Terbukti, Senin (12/11/2018), AKBP Ardiansyah, dan istri yang juga Ketua Bhayangkari Cabang Palopo, terlihat beranjangsana ke rumah dua warga kurang mampu.

Nenek Massai (75), dan Kakek Sinusu (90), keduanya warga Benteng, Palopo, mendapat kunjungan langsung kapolres dan rombongan.

Nenek Massai dan Kakek Sinusu, tidak tinggal serumah. Tetapi, kondisi mereka cukup memprihatinkan. Nenek Massai hidup seorang diri tanpa sanak famili di sebuah gubuk reot, di RT3/RW4 Benteng. Hampir sama dengan Nenek Massai, kondisi kehidupan Kake Sinusu, tidak jauh beda. Pria renta ini, tinggal di emper rumah keluarganya, di RT1/RW4 Benteng.

"Saya dapat info dari petugas Bhabinkamtibmas setempat, perihal kedua warga Palopo yang kurang mampu, sehingga kita menggelar program tali kasih--, membantu sesama umat manusia," tegas AKBP Ardiansyah.

Dengan raut penuh prihatin, kapolres dengan tulus dan sukarela memberikan bantuan kepada dua warga lanjut usia (lansia) tersebut. (ARI)

Kapolres Palopo, AKBP Ardiansyah, saat mengunjungi gubuk Nenek Massai di Kelurahan Benteng. AKSELERASI- Meski belum genap sebulan bertu...

OPINI NURDIN SH: Caleg & APK

Nurdin
Nurdin SH.
TEPAT pada hari Rabu tanggal 7 November 2018, gabungan tim dari Kepolisian, Bawaslu, KPU dan Satpol PP Kota Palopo, mulai menurunkan Alat Peraga Kampanye (APK) berupa baliho calon legislatif, DPR RI, DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, dan DPRD Kota Palopo yang terpasang tidak sesuai dengan peraturan atau tidak sesuai lokasi titik pemasangan APK yang telah ditentukan oleh penyelenggara Pemilu.

Ada ungkapan yang mengatakan, bahwa "Jika suatu bangsa terdapat ketidakteraturan, maka jangan buru-buru menyalahkan aparat hukumnya. Oleh karena, boleh jadi masyarakatnya suka dengan ketidakteraturan."

Sejalan dengan ungkapan di atas, Fridmen dalam teori penegakan hukumnya mengatakan, bahwa faktor yang memengaruhi penegakan hukum adalah; Struktur hukum, subtansi hukum & budaya/kultur hukum.

Nah, dengan pemasangan APK yang tidak sesuai dengan peraturan atau titik pemasangan APK yang telah ditentukan oleh penyelenggara pemilu merupakan contoh konkrit budaya berhukum, sebagaimana teori Friedman.

Bahwa terkait dengan pemasangan APK, sudah sangat jelas peraturannya baik pada pasal 26 Perbawaslu Nomor 28 tahun 2018, maupun pada pasal 73 dan pasal 78 PKPU Nomor 23 tahun 2018.

Penulis yakin, bahwa para calon legislatif mengetahui dan sangat paham dengan peraturan itu, sebab dari sekian banyak APK berupa baliho yang diturunkan, mereka yang fotonya terpampang di baliho rata-rata bergelar akademik S1 dan seterusnya.

Lantas mengapa mereka memasang baliho tidak sesuai dengan peraturan atau titik pemasangan APK yang telah ditentukan oleh penyelenggara pemilu ?

Mungkin mereka ada yang beranggapan, bahwa cara yang paling efektif untuk meraih simpati masyarakat adalah dengan memasang baliho akan tetapi penulis melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, sebab boleh jadi sama dengan ungkapan di atas.

Dan ini pulalah salah satu yang membedakan negara-negara penganut sistem hukum Eropa continental (termasuk Indonesia) dan sistem hukum negara-negara Anglo Saxon yaitu cara berpikir dalam berhukum.

Sistem hukum Eropa Continental cara berpikirnya praktis, umumnya hukum itu dilaksanakan dengan terpaksa, karena takut pada penegak hukumnya dan takut pada sanksinya.

Sementara negara-negara penganut sistem hukum Anglo Saxon mereka berhukum dengan hati nurani, mereka melaksanakan peraturan bukan karena takut pada aparat hukum, melainkan karena mereka berpikir, bahwa hukum untuk kemaslahatan atau kebaikan.

Untuk itu, penulis ingin mengatakan, mari mendidik masyarakat khususnya dalam Wilayah Kota Palopo untuk senantiasa patuh pada peraturan, yang menurut pandangan penulis akan lebih elegan jika sekiranya dimulai dari calon-calon pemimpinnya, memberikan contoh konkrit dengan menempatkan Balihonya pada titik pemasangan APK yang telah ditentukan oleh penyelenggara pemilu. Wassalam. (****)

*)Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo

Nurdin SH. TEPAT pada hari Rabu tanggal 7 November 2018, gabungan tim dari Kepolisian, Bawaslu, KPU dan Satpol PP Kota Palopo, mulai me...

OPINI NURDIN SH: Penemuan Hukum

Nurdin SH.
"Lex dura, sed tamen scripta" (Undang-undang itu kejam namun demikianlah bunyinya). 

BEBERAPA waktu yang lalu, penulis mengikuti pertemuan dalam rangka rapat koordinasi terkait  penanganan tindak pidana Pemilu 2019 di Hotel Four Points by Sheraton Makassar, yang narasumbernya berasal dari komisioner KPU dan komisioner Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan.

Ada hal menarik dalam rapat koordinasi tersebut, dimana seorang peserta rapat bertanya kepada komisioner Bawaslu  "Apakah tidak boleh kita memperluas makna dari bunyi pasal..., (merujuk salah satu pasal dalam UU RI No. 7 tahun 2017) dengan memberi penafsiran ekstensif ?".

Pertanyaan itu ada kaitannya dengan pepatah klasik di atas "Lex dura, sed Tamen Scripta". Kepolisian dan Kejaksaan RI menjalankan apa yang telah tertulis dalam sebuah perundang-undangan, kedua institusi negara tersebut tidak dimungkinkan untuk melakukan penemuan hukum.

Penulis tidak akan mengomentari pasal mana yang dimaksud. Oleh karena, penulis lebih fokus memaknai  pertanyaan itu ditinjau dari perspektif hukum.

Penulis yakin, bahwa terlontarnya pertanyaan itu besar kemungkinan si penanya belum sempat membaca literatur hukum yang ada, sebab sudah sangat jelas, bahwa dalam hukum ada asas yang mengatakan; "Pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan Undang-undangnya tidak jelas atau tidak lengkap".

Asas ini dapat dilihat pada pasal 10 ayat (1) UU RI No: 48 tahun 2009, tentang kekuasaan kehakiman. Nah, barangkat dari asas ini ketika hakim pengadilan dihadapkan pada suatu perkara yang peraturannya tidak jelas atau tidak lengkap, maka hakim dapat melakukan penemuan hukum.

Asas ini pula sejalan dengan kalimat Paul Scholten "Ia sudah ada dalam Undang-undang, tetapi masih harus ditemukan/dimunculkan" Hukum (baca ; Undang-undang) bukan hanya teks, di baliknya menyimpan kekuatan yang tidak serta-merta terbaca, tetapi kita perlu secara progresif menggali dan memunculkannya. Demikian kalimat Prof Tjip.

Penemuan hukum oleh hakim pengadilan, hanya ada 2 (dua) yang paling mendasar yaitu dengan cara Interpretasi dan Konstruksi hukum. Selain itu, hakim dapat menggali nilai-nilai hukum yang ada di tengah-tengah masyarakat untuk kemudian memutuskan suatu perkara secara adil, bermanfaat dan berkepastian hukum.

Artinya bahwa interpretasi ekstensif (memperluas makna bunyi pasal dalam sebuah perundang-undangang) yang dimaksud sang penanya tadi, tidak pada tempatnya, salah kaprah atau salah alamat.

Bahwa, yang diberikan kewenangan untuk melakukan penafsiran hukum yang salah satunya adalah  interpretasi ekstensif hanya hakim pengadilan, bukan pada penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Demikianlah cara bekerjanya hukum dan penegakan hukum di negara-negara hukum modern termasuk di Indonesia. (****) 



*)Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo



Nurdin SH. "Lex dura, sed tamen scripta" (Undang-undang itu kejam namun demikianlah bunyinya).  BEBERAPA  waktu yang lalu, p...

OPINI NURDIN SH: "Diskresi Kepolisian"

Nurdin
Nurdin SH.
PADA umumnya orang sangat fasih mengucapkan terminologi "Diskresi Kepolisian", tetapi kerap muncul pertanyaan kapan diskresi itu berlaku atau dapat diberlakukan oleh anggota Polri dan apa dasar hukumnya?

Mungkin ini akan menjadi soal, sebab sebagian orang hanya mendengar dan tidak ada waktu untuk membacanya. Secara leterlijk atau tekstual tidak akan ditemukan dalam perundang-undangan terminologi "Diskresi Kepolisian." Namun, beberapa pakar hukum pidana menyatakan, bahwa Diskresi Kepolisian teletak pada pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 UU No: 8 tahun1981, tentang KUHAP dengan menggunakan kalimat "Tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab."

Selanjutnya diskresi Kepolisian terdapat pada pasal 18 UU No: 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Maknanya, bahwa anggota Polri dapat melakukan tindakan di lapangan berdasarkan  penilaiannya sendiri, sepanjang untuk tujuan menjaga keamanan dan ketertiban masyarkat.

Ambil contoh yang sangat sederhana "Sebuah mobil umbulance yang mengantar ibu hamil hendak melahirkan sementara perjalanan kerumah sakit masih jauh, jalan pintas satu-satunya untuk menyelamatkan sang Ibu hamil itu, adalah jalan yang terdapat rambu lalulintas searah."

Nah, petugas lalulintas yang mendapati peristiwa seperti itu dapat mengambil kebijaksanaan dalam bertindak untuk kemudian memberi akses masuk ke jalan itu demi menyelamatkan ibu hamil tadi dan sedapat mungkin diberikan pengawalan.

Pada intinya, bahwa diskresi adalah ruang dimana Undang-undang tidak mengaturnya, di sinilah anggota Polri diberi kewenangan untuk menilai yang kemudian melakukan tindakan berdasarkan situasi serta kondisi di lapangan demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Oleh karena, dalam pembuatan suatu perundang-undang asumsinya, bahwa yang akan dihadapi  adalah kondisi atau situasi yang normal. Nah, ketika dihadapkan pada situasi atau kondisi yang tidak normal dengan kata lain tidak ada peraturan yang mengaturnya, maka disitulah Undang-Undang hadir dengan memberi jalan tengah atau pintu-pintu darurat seperti Diskresi di atas, serta asas opurtunitas yang kewenangan ini hanya dimiliki oleh Kepolisian RI.

Selain itu, bahwa secara garis besar tugas Kepolisian di negara mana pun  tidak terkecuali Kepolisian RI, adalah selaku penegak hukum (Law) juga penjaga ketertiban (Order) sebagaimana tertuang dalam pasal 13 UU RI No. 2 tahun 2002, tentang Kepolisian RI. Wassalam. (****)

*)Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo


Nurdin SH. PADA umumnya orang sangat fasih mengucapkan terminologi "Diskresi Kepolisian", tetapi kerap muncul pertanyaan kapa...

PISAH SAMBUT! AKBP Ardiansyah Siap Lanjutkan Keberhasilan AKBP Taswin di Palopo

Kapolres Palopo
PAMIT! AKBP Taswin menyalami satu per satu personil Polres Palopo usai acara sertijab.
AKSELERASI- Suasana haru mewarnai acara pelepasan, AKBP Taswin SIk MH, yang pada, Sabtu (27/10/2018), resmi meninggalkan Polres Palopo menuju tempat tugasnya yang baru sebagai Wakil Direktur (Wadir) Polair Polda Papua Barat.

AKBP Taswin menjabat satu tahun lima bulan sebagai Kapolres Palopo. Kini, ia diganti kapolres baru, AKBP Ardiansyah SIk MH, yang sebelumnya menduduki jabatan Kapolres Sinjai.

Serah terima jabatan kapolres yang berlangsung pagi tadi, diawali upacara pedang porda. Saat AKBP Taswin hendak meninggalkan Mapolres Palopo, sejumlah perwira dan personil polres tak kuasa menahan rasa haru lantaran harus berpisah dengan atasannya.

Maklum saja, selama menjadi kapolres AKBP Taswin dikenal sangat dekat secara emosional dengan anggotanya dan masyarakat Palopo yang dia ayomi selama ini.

"Banyak kesan baik yang saya rasakan selama bertugas di Palopo. Kepada seluruh personil, saya harapkan dapat mempertahankan harmoni yang sudah terbangun selama ini. Tetap disiplin menjalankan tugas utama, menjaga keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat," harap AKBP Taswin.

Prestasi yang dicapai AKBP Taswin selama memimpin Polres Palopo, antara lain dirinya berhasil mengamankan pelaksanaan Pilkada Palopo 2018. Berkat keberhasilan itu, Palopo yang sebelumnya masuk zona merah, kini berubah menjadi zona hijau. Angka kriminalitas, berhasil diturunkan. Semua itu, tak lepas dari langkah berani yang ia lakukan dengan menutup Tempat Hiburan Malam (THM) yang selama ini ditengarai menjadi 'biang kerok' pemicu tindak kriminalitas. Di bidang pendidikan, peran AKBP Taswin tak bisa dicampakkan begitu saja. Berdirinya Padepokan Patriatman (sekolah pesantren, red) yang diperuntukkan bagi anak putus sekolah, menjadi bukti sumbangsihnya di bidang pembinaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Kapolres Palopo yang baru, AKBP Ardiansyah, mengakui keberhasilan yang dimiliki AKBP Taswin selama di Palopo. "Saya mengetahui, beliau sangat bermasyarakat. Tentu saja, keberhasilan itu menjadi tugas dan tanggung jawab saya untuk menjaga dan meningkatkan apa yang telah beliau berikan untuk warga Palopo," tegas AKBP Ardiansyah. (MUHAMMAD ISHARI)

PAMIT! AKBP Taswin menyalami satu per satu personil Polres Palopo usai acara sertijab. AKSELERASI- Suasana haru mewarnai acara pelepasa...

FMPKP Serukan Kajagung Usut Dugaan Keterlibatan Kajari Palopo Soal Tender Proyek Rujab

Demo
Aksi demo Front Mahasiswa Peduli Kejaksaan Palopo.
AKSELERASI- Sejak percakapannya dengan salah-satu pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo via Whatsapp membahas tender (lelang, red) proyek rumah jabatan (rujab) bocor ke publik, sorotan terhadap kinerja Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palopo, Adianto, semakin kencang disuarakan mahasiswa di Palopo.

Setelah Aliansi Masyarakat dan Pemuda (AMP) turun ke jalan, kini giliran Front Mahasiswa Peduli Kejaksaan Palopo (FMPKP), Senin (22/10/2018), terlihat berunjukrasa. Massa FMPKP yang berjumlah puluhan orang, terlihat berkerumun di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Palopo.

Jenderal Lapangan (Jendlap) FMP, Resky dalam orasinya menyerukan Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung) RI, supaya segera mengevaluasi kinerja Kajari Palopo, Adianto. Alasan FMPKP, kajari diduga mengintervensi proses lelang proyek rujab kepala kejaksaan di Pemkot Palopo.

"Beberapa hari lalu, beredar percakapan WA diduga milik kajari dengan oknum pejabat di pemkot. Jika disimak, isi percakapan itu semakin menguatkan dugaan kajari ingin mengintervensi proses lelang. Disinyalir pula, intervensi itu ada kaitannya dengan dugaan permintaan fee dari proyek pembangunan rumah dinas tersebut," tegas Resky.

Melalui percakapan Whatsapp-nya yang sempat viral di media sosial, lanjut Resky, di situ kajari ditengarai mengarahkan oknum pejabat pemkot agar tender proyek dikoordinasikan dengan dirinya.

"Apa kewenangan kajari, sehingga  proses lelang pembangunan rumah dinas di ULP Barang/Jasa Pemkot Palopo harus dikoordinasikan dan seizin dirinya? Ini yang menurut kami sangat aneh dan perlu ditelusuri," lanjut Resky.

Persoalan tersebut, bebernya lagi, telah menjadi sorotan publik. Melalui aksi itu, pihaknya mendesak Kajagung-RI serta Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk mengevaluasi kinerja Kajari Palopo dan memberi sanksi etik maupun sanksi lainnya, karena menurut FMPKP masalah beredarnya percakapan WA kajari telah merusak citra institusi penegak hukum khususnya korps kejaksaan. "Hal itu penting, untuk mengembalikan kepercayaan publik khususnya masyarakat Palopo terhadap upaya penegakan hukum di ruang lingkup kejaksaan," tukasnya.

Sementara, Kajari Palopo, Adianto, yang dikonfirmasi siang tadi via Whatsapp-nya belum memberikan keterangan resmi sekaitan aksi FMPKP tersebut. Namun, beberapa waktu lalu, saat aksi demo AMP, kajari bertegas membantah seluruh tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya. Agar persoalan tersebut terang-benderang, Adianto bersedia dikonfrontir dengan semua pihak yang terkait.

"Saya tidak pernah ngemis-ngemis, minta-minta, apalagi memeras pejabat Pemkot Palopo serta mengintervensi tender proyek rujab kajari. Jika ada yang merasa saya pernah peras, sebutkan namanya. Kalau perlu, pertemukan saya dengan orang yang merasa saya peras itu," timpalnya saat itu. (MDT-ARI)

Aksi demo Front Mahasiswa Peduli Kejaksaan Palopo. AKSELERASI- Sejak percakapannya dengan salah-satu pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Pa...

OPINI NURDIN SH: Korupsi Konvensional

Nurdin
Penulis: Nurdin SH.
ADA ungkapan masyarakat di negeri ini,bahwa pada zaman Orde Lama korupsi dalam artian mengambil uang rakyat dilakukan sangat hati-hati, masih berada di bawah meja lalu kemudian pada zaman Orde Baru, korupsi itu berada di dalam laci meja selanjutnya pada zaman Orde Reformasi, maka korupsi sudah berada di atas meja.

Masyarakat memaknai korupsi di atas meja adalah korupsi dengan terang-terangan, mereka tidak lagi punya rasa malu dan takut sama sekali, bahkan Tuhan sekalipun tidak ia takuti, seolah-olah merupakan suatu kebanggaan & ia hidup selamanya.

Dan ketika mereka tertangkap oleh aparat penegak hukum, tidak sedikit dari mereka yang melambaikan tangan sambil cengengesan di depan kamare. Luar biasa..., Inilah potret yang nyata saat ini.

Lantas mengapa orang korupsi? Penulis berpendapat bahwa orang yang mengambil bukan haknya (korupsi) itu akibat gaya hidup, sebab jika untuk hidup sederhana, Allah SWT menciptakan manusia bukan untuk dianiaya, perut diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa bukan untuk dikosongkan.

Namun ada pula sebagian orang menggunakan mitos aji mumpung. Mitos ini didorong oleh kekhawatiran yang berlebihan, takut kehilangan jabatan sebab menurutnya jabatan adalah kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkaya diri sendiri, oleh karena tidak selamanya menjadi pejabat.

Syed Husain Alatas (profesor dalam sosiologi hukum) dalam salah satu bukunya menjelaskan, bahwa awalnya korupsi masih terjadi dalam pola satu dua atau sporadis. Tahap selanjutnya ia pelan-pelan mulai merebak dan meluas untuk akhirnya membunuh masyarakatnya sendiri.

Sejalan dengan itu, Prof Satjipto Rahardjo menjelaskan, bahwa korupsi di Indonesia sudah diyakini meluas dan mendalam yang akhirnya hanya akan menggerogoti habis dan menghancurkan masyarakatnya sendiri.

Korupsi sebagai parasit/benalu yang mengisap pohon akan menyebabkan pohon itu mati dan saat pohon itu mati, maka para koruptor pun akan ikut mati karena tidak ada lagi yang bisa diisap.

Undang-undang anti korupsi saat ini hanya memuat tentang kerugian keuangan negara, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok atau korporasi.

Hal ini memang sudah lumayan akan tetapi ketika kita ingin memberantas korupsi serta segala pencabangannya, maka jika hanya berbicara tentang kerugian negara, sasaran tembak yang demikian itu belum cukup, sebab yang kita tembak baru sebatas korupsi konvensional.

Ada korupsi-korupsi lain yang
terselubung yaitu korupsi kekuasaan. Korupsi yang satu ini tidak hanya berkonotasi keuangan akan tetapi juga memiliki daya perusak terhadap integritas kekuasaan publik.

Sebagai contoh, seorang pejabat publik sengaja membiarkan seseorang yang ingin menemuinya menunggu berlama-lama. Pejabat seperti ini sungguh tidak memahami bahwa kekuasaan yang diembannya adalah merupakan amanah untuk mengabdi kepada masyarakat.

Penjabat seperti ini tidak memiliki kepedulian, tidak memiliki empati untuk rakyat, apalagi jika sikap itu hanya sekedar ingin menunjukkan bahwa ia berkuasa dan bisa membuat seseorang "menderita".

Tempo dulu, kolonial itu buruk tapi kita bisa mendapatkan contoh-contoh yang baik pada bidang administrasi. Zaman Hindia Belanda, ada sebuah ketentuan yang mengharuskan seorang pejabat untuk segera melayani rakyat yang datang kepadanya, dengan ancaman hukuman apabila tidak menjalankannya.

Korupsi adalah benalu yang menempel pada tumbuh-tumbuhan dan menggorogotinya. Seperti benalu, korupsi hidup dengan cara mengisap uang rakyat tanpa disadari akhirnya pohon itu mati dan para koruptor itu pun dengan sendirinya ikut mati. Wallahu Alam... (****) 

*) Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo

Penulis: Nurdin SH. ADA ungkapan masyarakat di negeri ini,bahwa pada zaman Orde Lama korupsi dalam artian mengambil uang rakyat dilakuk...

Dilantik Kapolda Sulsel, AKBP Ardiansyah Resmi Jabat Kapolres Palopo

Kapolres Palopo
Sertijab Kapolres Palopo dari AKBP Taswin ke AKBP Ardiansyah.
AKSELERASI- Acara pelantikan sekaligus serahterima jabatan (sertijab) Kapolres Palopo, dari AKBP Taswin SIk MH, ke AKBP Ardiansyah, digelar Senin (22/10/2018) siang tadi, bertempat di Aula Pharamartha SPN Batua Polda Sulsel, Jln Urip Sumahardjo, Kota Makassar.

Upacara pelantikan yang digelar bersamaan sertijab Dir Intel, Kabid Propam, Kapolres Pinrang, Kapolres Sinjai, Kapolres Bulukumba, dan Kapolres Selayar itu, dipimpin langsung Kapolda Sulsel, Irjen (Pol) Drs Umar Septono.

Sebelum menjabat di Palopo, AKBP Ardiansyah bertugas sebagai kapolres di Kabupaten Sinjai. Sementara, AKBP Taswin yang satu tahun lima bulan menduduki posisi jabatan Kapolres Palopo, kini mendapat promosi jabatan sebagai Wadirpolair Polda Papua.

Kapolda Sulsel, Irjen Umat Septono, berharap Kapolres Palopo yang baru, AKBP Ardiansyah dapat melanjutkan keberhasilan yang telah dicapai kapolres sebelumnya, AKBP Taswin, khususnya dalam menurunkan tingkat kriminalitas di Palopo. Sementara, kepada AKBP Taswin, kapolda berharap pendiri Padepokan Patriatman Palopo itu, bisa lebih sukses di tempat tugas yang baru. (ARI/ABK)

Sertijab Kapolres Palopo dari AKBP Taswin ke AKBP Ardiansyah. AKSELERASI- Acara pelantikan sekaligus serahterima jabatan (sertijab) Kapo...

Diduga Minta "Jatah" Proyek, Kajati akan Evaluasi Kinerja Kajari Palopo

Kajati Sulsel
Kajati Sulsel, Tarmizi (tengah) dan jajarannya dalam sebuah kegiatan.
AKSELERASI- Beredarnya isi percakapan Whatsapp Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Palopo, Adianto SH, dengan salah-satu pejabat di Palopo yang diduga membahas persoalan tender proyek rumah jabatan (rujab) kajari, langsung mendapat perhatian serius Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Tarmizi.

Dalam keterangan persnya, Jumat (19/10/2018) lalu, Tarmizi berjanji mengusut materi percakapan Kajari Palopo dengan pejabat pemkot yang bocor ke publik melalui media sosial.

"Kita akan telusuri kebenarannya, jika terbukti yang bersangkutan melakukan perbuatan yang dituduhkan, kejaksaan tinggi akan mengevaluasi kinerja Kajari Palopo," tegas Tarmizi.

Menurut dia, evaluasi dilakukan setelah pihaknya melakukan pemeriksaan dan menemukan bukti terkait tudingan yang dialamatkan itu. Dilansir dari inikata, Sabtu (20/10/2018), Tarmizi akan menjadwalkan pemanggilan terhadap Kajari Palopo untuk memberikan klarifikasi soal percakapan WA-nya yang viral di medsos, beberapa hari lalu.

Sebelumnya, puluhan orang yang mengatasnamakan dirinya Aliansi Masyarakat dan Pemuda (AMP), menggelar demo di DPRD Palopo, Kamis (18/10/2018) lalu. Koordinator aksi, Sumardi alias Bung Black menyerukan aparat penegak hukum lainnya, segera memeriksa Kajari Palopo sekaitan tender proyek rujab kajari.

Kajari Palopo, Adianto, yang dikonfirmasi secara terpisah, dengan tegas membantah seluruh tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya. Agar persoalan tersebut terang-benderang, Adianto bersedia dikonfrontir dengan semua pihak yang terkait. (RIS-MDT)

Kajati Sulsel, Tarmizi (tengah) dan jajarannya dalam sebuah kegiatan. AKSELERASI- Beredarnya isi percakapan Whatsapp Kepala Kejaksaan N...

Percakapan Beredar di Medsos Bahas Proyek Rujab, AMP Desak Kejagung Copot Kajari Palopo

Demo
Korlap AMP saat menggelar orasi.
AKSELERASI- Bocornya percakapan pribadi yang diduga milik Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palopo, Adianto SH, dengan salah-satu pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo di media sosial (medsos), membahas soal tender proyek rumah jabatan (rujab) kajari, membuat Aliansi Masyarakat dan Pemuda (AMP) Kota Palopo, Kamis (18/10/2018) siang tadi, turun menggelar aksi demo ke gedung DPRD.

Korlap AMP, Sumardi, dalam orasinya meminta oknum mafia kasus hukum di internal Kejaksaan Palopo segera diperiksa. AMP mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, segera mencopot Kajari Palopo, Adianto, atas dugaan penyalahgunaan wewenang. AMP menuding, kajari berupaya melakukan dugaan tindak pidana pemerasan terhadap sejumlah pejabat di Palopo.

"Periksa dan adili kajari, sekaitan dugaan pengaturan tender rumah dinas kajari di Palopo. Selain itu, kami minta Kejagung RI, segera mencopot dia dari jabatannya," desak Sumardi alias Bung Black.

Seruan mengusut kasus dugaan pengaturan tender rujab kajari itu, ditujukan kepada aparat penegak hukum lainnya. Sebab, beredarnya screenshot Whatsapp diduga berisi percakapan antara kajari dengan salah-satu pejabat pemkot, dinilai mencoreng institusi kejaksaan.

"Kami himbau agar aparat penegak hukum lainnya tidak tinggal diam dan secepatnya menindaklanjuti persoalan yang dinilai telah memalukan dunia penegakkan hukum di Palopo," tegas Sumardi.

Terpisah, Kajari Palopo, Adianto SH, saat dikonfirmasi via Whatsapp-nya, membantah segala tudingan yang dialamatkan AMP saat melakukan aksi demo siang tadi.

"Saya tidak pernah ngemis-ngemis, minta-minta, apalagi memeras pejabat Pemkot Palopo serta mengintervensi tender proyek rujab kajari. Jika ada yang merasa saya pernah peras, sebutkan namanya. Kalau perlu, pertemukan saya dengan orang yang merasa saya peras itu," timpalnya. (ARI)

Korlap AMP saat menggelar orasi. AKSELERASI- Bocornya percakapan pribadi yang diduga milik Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palopo, Adi...

Kapolres Palopo Dimutasi ke Polda Papua

Taswin
AKBP Taswin SIk MH.
AKSELERASI- Masa tugas, AKBP Taswin SIk MH, sebagai Kapolres Palopo akan segera berakhir. Rencananya pekan depan, perwira dengan dua melati di pundak itu, akan dilantik--, menempati job barunya sebagai Wadirpolair Polda Papua. Sementara, posisi Kapolres Palopo yang baru diisi Kapolres Sinjai, AKBP Ardiansyah.

Dilantik 26 Mei 2017, AKBP Taswin satu tahun lima bulan memimpin Polres Palopo. Keberhasilan yang dicapainya, tak sedikit. Tingkat kriminalitas berhasil diturunkan, ia mampu mendekatkan Polri dengan masyarakat melalui program sosialisasi dengan pola pendekatan persuasif.

Ditemui Koran Akselerasi, Selasa (16/10/2018), AKBP Taswin tak menampik kabar terkait mutasi dirinya ke jajaran Polda Papua. "Benar, Insya Allah pekan depan pelantikannya digelar," aku AKBP Taswin sambil mengemasi barang-barang yang ada di ruang kerjanya.

Sumbangsih di bidang pendidikan, telah ia 'wariskan' ke warga Palopo dengan mendirikan padepokan Patriatman yang telah mendidik ratusan siswa. Ia berharap, padepokan itu tetap berjalan meskipun dirinya pindah tugas ke tempat lain. AKBP Taswin dianggap berhasil, mengawal pelaksanaan Pilwalkot Palopo yang berlangsung sukses, 27 Juni 2018 lalu. (ARI)

AKBP Taswin SIk MH. AKSELERASI - Masa tugas, AKBP Taswin SIk MH, sebagai Kapolres Palopo akan segera berakhir. Rencananya pekan depan, p...

Diduga Cabuli Siswi SMA, Bapak Kos di Palopo Terancam 15 Tahun Penjara

Kasat
Kasat Reskrim Polres Palopo, AKP Ardy Yusuf.
AKSELERASI- Akibat diadukan memperkosa HR (17), anak kosnya, Wandi alias WN (43), warga Meranti, Kelurahan Balandai, terancam hukuman penjara 15 tahun.

Meski yang bersangkutan berdalih melakukan hubungan intim atas dasar suka sama suka, Wandi tetap dijerat penyidik Kepolisian Polsek Wara Utara yang menangani kasusnya dengan UU tentang perlindungan anak. Ancaman hukumannya sangat jelas, 15 tahun kurungan badan.

Hal itu, diungkapkan Kasat Reskrim Polres Palopo, AKP Ardy Yusuf SE SIk, saat dikonfirmasi Koran Akselerasi, Senin (3/9/2018). Menurut Ardy Yusuf, Berkat Acara Pemeriksaan (BAP) kasus pencabulan yang diduga dialami siswi di salah-satu SMA di Palopo itu, telah hampir rampung dan siap dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Palopo untuk disidangkan.

Berdasarkan keterangan korban ke polisi, sebut Ardy Yusuf, pencabulan itu berlangsung dua kali. Pertama, tanggal 10 Agustus, dan kedua, 13 Agustus 2018. Lokasi dua kejadian tersebut, berlangsung di tempat yang sama, kos milik WN. Sejak 19 Agustus lalu, WN mendekam di sel Mapolsek Waru untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Belakangan HR dan WN mengaku melakukan hubungan bak suami-istri suka sama suka, namun terlapor tetap kami jerat UU perlindungan anak. Sebab, pelapor tergolong masih anak di bawah umur," tegas Ardy Yusuf.

Kasus ini tetap lanjut, dan BAP-nya segera P21. Analogi hukumnya, beber Ardy Yusuf, jangankan menyentuh, melakukannya saja sudah melanggar UU tentang perlindungan anak. (ARI) 

Kasat Reskrim Polres Palopo, AKP Ardy Yusuf. AKSELERASI- Akibat diadukan memperkosa HR (17), anak kosnya, Wandi alias WN (43), warga Mer...

OPINI NURDIN SH: 'Kriminalisasi' dalam Perspektif Hukum Pidana

Nurdin
Nurdin SH,
TERKADANG ketika membaca di berbagai media cetak atau menyaksikannya di media elektronik (TV), terminologi "kriminalisasi" di atas sagat-lah populer, kata tersebut senantiasa diucapkan oleh para penegak hukum, praktisi hukum, politisi bahkan yang mengklaim diri sebagai pakar hukum (mungkin pakar di bidang ilmu Sosial Politik tapi berbicara hukum).

Penulis meyakini mereka mengetahui makna yang sebenarnya, utamanya para penegak hukum & praktis hukum terlebih lagi yang sudah mengklaim diri sebagai pakar hukum akan tetapi ada dugaan oleh karena takut tidak populer di tengah masyarakat, sehingga terkadang memberikan pembelajaran atau pemahaman hukum yang kurang baik terhadap masyarakat, utamanya masyarakat yang melek hukum.

Makna dari terminologi "kriminalisasi" yang berkembang saat ini, menurut penulis adalah keliru dan memang itu adalah kekeliruan, sebab ketika menarik kesimpulan apa yang berkambang saat ini, sepertinya  "kriminalisasi" dimaknai seolah-olah  penegak hukum utamanya Polri dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka atas pemaksaan interpretasi Undang Undang atau perbuatan, seseorang ditafsirkan secara sepihak atau tafsir subyektif oleh Polri.

Ambil contoh: si A dikriminalisasi, atau Polri mengkriminalisasi si A, kasusnya dipolitisasi, direkayasa dan lain sebagainya. Orang, Ormas dan/atau kelompok masyarakat serta Identitas lainnya adalah sesuatu yang tidak dapat dikategorikan dikriminalisasi.

Prof Teguh Prasetyo dalam salah-satu bukunya memberikan pemahaman secara detail terkait makna "kriminalisasi" yang mana beliau mengatakan bahwa "kriminalisasi" adalah proses penetapan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana atau tidak diatur dalam hukum pidana oleh karena perkembangan masyarakat kemudian menjadi tindak pidana atau dimuat dalam hukum pidana, artinya tahap akhir proses "kriminalisasi" adalah pembentukan hukum pidana.

Kemudian, di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna "kriminalisasi" itu adalah "proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat".

Nah, jika menarik kesimpulan apa yang Prof Teguh utarakan di atas dan memahami apa yang tertulis pada KBBI, maka bukan orang atau lembaga dan/atau identitas lainnya yang dapat dikriminalisasi akan tetapi yang dapat dikriminalisasi adalah perbuatan.

Penulis beri contoh konkrit; dahulu gratifikasi (memberi hadiah atau fasilitas) itu bukanlah merupakan kejahatan, namun seiring dengan dinamika perkembangan zaman, maka gratifikasi dianggap suatu kejahatan atau tindak pidana dan dimasukkan ke dalam Undang-undang tindak pidana korupsi dan perbuatan inilah yang banyak menjerat para pejabat di Indonesia.

Intinya, bahwa "kriminalisasi" prespektif ilmu hukum pidana, maka perbuatanlah yang dapat dikriminalisasi bukan orang atau lembaga dan/atau identitas lainnya, sebagaimana pemahaman sebagian kalangan saat ini. Wassalam. (****) 

*) Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo




Nurdin SH, TERKADANG ketika membaca di berbagai media cetak atau menyaksikannya di media elektronik (TV), terminologi "kriminalisa...

Irjen Umar Septono Apresiasi Kinerja Personil BKO NTB

Kapolda Sulsel
Kapolda Sulsel, Irjen (Pol) Umar Septono, saat berada di Lombok Barat, Provinsi NTB.
AKSELERASI- Rasa salut dan bangga disampaikan Kapolda Sulsel, Irjen (Pol) Drs Umar Septono, saat mengecek personil Polda Sulsel yang di-BKO-kan di Nusa Tenggara Barat (NTB, Jumat (24/8/2018) lalu.

Didampingi Kabid Dokkes Polda Sulsel, Kombes (Pol) dr R Harjuno Sp.KJ, Irjen Umar Septono hadir melihat langsung dari dekat kinerja pasukannya yang ditugaskan membantu penanganan pasca musibah bencana alam gempa bumi di Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi NTB. Jenderal polisi bintang dua itu, mengapresiasi keberadaan personilnya di NTB.

"Kedatangan saya ke NTB, Jumat kemarin, untuk memantau situasi dan kondisi terkini, pasca gempa yang terjadi di NTB. Alhamdulillah, personil yang kita kerahkan ke sini, berhasil membantu warga setempat khususnya dalam proses pemulihan pasca gempa," tegas Irjen Umar Septono, Sabtu (25/8/2018).

Dirinya berpesan kepada seluruh personil BKO, agar bisa menjadi teladan dan pribadi yang bermanfaat bagi warga korban gempa bumi di Lombok Barat. (TOM)


Kapolda Sulsel, Irjen (Pol) Umar Septono, saat berada di Lombok Barat, Provinsi NTB. AKSELERASI- Rasa salut dan bangga disampaikan Kapo...

Razia, Subdenpom Palopo Jaring 2 Warga Sipil Beratribut TNI

Razia
Razia yang digelar Subdenpom Palopo.
AKSELERASI- Operasi Gaktib dan Yustisi digelar Polisi Militer Subdenpom XIV/2-1 Palopo, Kamis (23/8/2018), di jalan poros DR Ratulangi, depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Palopo.

Razia dengan melibatkan Satlantas Polres Palopo dan aparat Dishub itu, berhasil menjaring dua pengendara yang memakai atribut TNI tanpa dilengkapi Kartu Tanda Anggota (KTA) resmi dan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Pemeriksaan KTA dilakukan untuk memastikan bahwa, pemilik kendaraan benar anggota TNI atau masyarakat sipil.

"Razia kita gelar selain dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) TNI ke-73, sekaligus menegakkan ketertiban dan kedisiplinan anggota TNI khususnya dalam berlalu-lintas," tegas Dansubdenpom XIV/2-1 Palopo, Kapten (CPM), Adi Santoso SH. (ARI)

Razia yang digelar Subdenpom Palopo. AKSELERASI- Operasi Gaktib dan Yustisi digelar Polisi Militer Subdenpom XIV/2-1 Palopo, Kamis (23/...

Polda Sulsel Gelar Salat Istigosah Malam Nanti

Polda
Polda Sulsel akan gelar Salat Istigosa Kami malam nanti.
AKSELERASI- Berharap penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berjalan lancar dan kondusif, sekaligus sebagai bentuk keprihatinan atas musibah bencana alam gempa bumi yang berulang-kali terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), jajaran Polda Sulsel, Kamis malam nanti (23/8/2018), akan menggelar Salat Istigosah, serta doa bersama, di Lapangan Upacara Mapolda Sulsel.

Polda Sulsel dijadwalkan menghadirkan Habib Umar untuk memimpin Salat Istigosah, dan doa bersama.

Salat Istigosah itu, rencananya akan diikuti langsung Kapolda Sulsel, Irjen (Pol) Drs Umar Septono, sesudah Salat Isya, tepatnya pukul 19.30 Wita. Kegiatan ibadah ini, diikuti pejabat utama polda, anggota polda, beserta masyarakat Sulsel.

"Kita menggelar Salat Istigosah dalam rangka persiapan pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2019 agar berjalan aman, lancar, dan tertib. Selain itu, Salat Istigosah kita gelar untuk mendoakan saudara-saudara kita yang terkena dampak bencana gempa di Lombok, NTB," tandas kapolda, Irjen Umar Septono. (TOM)

Polda Sulsel akan gelar Salat Istigosa Kami malam nanti. AKSELERASI- Berharap penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berjalan...

OPINI NURDIN SH: Menerobos Paradigma Hukum yang Kolonial

Nurdin
Nurdin SH,
MENGAWALI tulisan ini, penulis ingin mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Prof Satjipto Rahardjo (Pakar Sosiologi hukum) beliau yang mengenalkan hukum progresif dengan perubahan sistem hukumnya secara radikal ke arah kemajuan hukum yang lebih baik dengan tidak mempertahankan status qou bila hukum dalam hal ini perundang-undangan tidak lagi sesuai dengan harapan masyarakat.

Hukum untuk manusia bukan manusia untuk hukum, sehingga ketika hukum dalam bentuk peraturan dianggap tidak lagi adil oleh masyarakat, maka seharusnya diganti atau paling tidak direvisi sesuai dinamika perkembangan zaman.

"Hukum untuk manusia" juga bermakna "hukum untuk keadilan". Ini berarti, bahwa kemanusiaan dan keadilan ada di atas hukum. Inti penekanannya ada pada penegakan hukum berkeadilan yang di Indonesia yaitu terciptanya kesejahteraan masyarakat atau yang sering disebut dengan "masyarakat yang adil dan makmur".

Sejalan dengan apa yang diutarakan Prof Satjipto Rahardjo di atas, hal itu erat kaitannya dengan konsep pendekatan hukum Restoratif Justice (RJ) yang lebih mengedepankan harmonisasi pelaku & korbannya.

Munculnya ide Restoratif Justice sebagai kritik atas penerapan sistem peradilan pidana dengan pemenjaraan yang dianggap tidak efektif menyelesaikan konflik sosial.

Penyebabnya, pihak yang terlibat dalam konflik tersebut tidak dilibatkan dalam penyelesaian konflik. Korban tetap saja menjadi korban, pelaku yang dipenjara juga memunculkan persoalan baru bagi keluarga, bangsa & Negara.

Saat ini di dalam sistem hukum di Indonesia, sudah mengadopsi konsep Restoratif Justice. Namun untuk sementara, masih diberlakukan secara partial dan memandang tingkat urgenitas yang sangat mendasar, yaitu dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada Pasal 1 angka 6, yang menegaskan bahwa : "Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan".

Restoratif Justice tersebut, Prof. Bagir Manan (Mantan Ketua MA RI) pernah menulis bahwa "hambatan dalam melaksanakan perdamaian antara korban & pelaku sering kali bersumber pada sikap penegak hukum yang sangat formalistik dengan mengatakan proses hukum akan tetap berjalan walaupun telah terjadi perdamaian, sifat melawan hukum tidak akan hapus karena perdamaian.

Menurut beliau, apakah masih ada tujuan pemidanaan yang belum tercapai apabila para pihak telah berdamai satu sama lain? Tujuan penegakan hukum bukanlah untuk menerapkan hukum, melainkan untuk mencapai ketertiban, kedamaian, ketentraman dalam tatanan masyarakat yang harmonis & adil. 

Oleh karena, hukum hanyalah merupakan Instrumen atau alat, sarana dan/atau jembatan untuk mencapai tujuan itu.

Penulis berpandangan, bahwa inilah sebagian kecil dari doktrin hukum yang kemudian dijadikan pertimbangan oleh Bapak Kapolri yang tertuang dalam ide atau gagasan beliau yaitu Polisi yang PROMOTER (Profesional, Modern & Terpercaya) yang di dalam 11 (sebelas) program Promoter Kapolri tersebut terdapat konsep pendekatan hukum Restoratif Justice sebagaimana tertuang pada angka 9 poin 7 khususnya dalam penyelesaian kasus hukum yang dianggap ringan & mudah.

Kesimpulannya bahwa, gagasan Restoratif Justice adalah sebuah ide dalam pendekatan hukum di masa depan & meninggalkan paradigma hukum kolonial yang hanya mengedepankan tujuan pemidanaan yang absolut atau pembalasan (Vergelding Theory) yang mana pemenjaraan hanyalah merupakan "The Akademy of Criminal". Wassalam. (****) 

*) Penulis Adalah Penyidik Senior Sat Reskrim Polres Palopo

Nurdin SH, MENGAWALI tulisan ini, penulis ingin mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Prof Satjipto Rahardjo (Pakar Sosiologi hukum...


Top